Saya harus mulai dengan menyatakan bahwa hati dan fuad, keduanya adalah bahan/materi/"wadah" penangkapan obyek-obyek gaib (spiritual/ruhani) لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ
"... mereka mempunyai hati (qalb), tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami, mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar... " (QS 7:179). Di tempat lain Allah berfirman: ما كذب الفؤاد ما رأى "Dan hati (fu'aad) (Nabi saw) tak mendustakan apa yang disaksikannya)." (QS 53:11) Yang pertama harus kita jelaskan, apakah beda hati sebagai qalb dan sebagai fu'aad? Fu'aad adalah lubuk hati yang lebih dalam, yang sudah lebih matang/lebih siap untuk menangkap obyek spiritual/ruhani yang lebih luhur. Karena, obyek gaib itu memiliki spektrum dari yang nisbi hingga yang mutlak - yakni Dzat Allah yang merupakan kegaiban paling gaib dari semua kegaiban - dan, karena itu, tak terjangkau. Seperti dapat disimpulkan dari kedua ayat yang saya kutip di atas, qalb dimaknai sebagai "wadah" penangkapan obyek-obyek (gaib) non inderawi (dan rasional) secara umum, sedang fu'aad mampu menangkap, dengan keyakinan yang tak bisa diragukan, obyek-obyek gaib yang lebih/paling luhur yang bisa dicapai manusia - yakni dicapai oleh Rasul saw sebagai al-insan al-Kamil alias manusia (paling) sempurna. Seperti diketahui, ayat QS 57:11 itu berkisah tentang penyaksian Rasul akan Malaikat Jibril - bahkan, dalam satu penafsiran, penyaksian akan Allah - ketika beliau mencapai Sidrah al-Muntaha dalam peristiwa mi'raj. Selanjutnya, penangkapan hati (qalb atau fu'ad) ini dilakukan dengan perantaraan daya mengetahui (persepsi) khusus yang disebut sebagai dzawq. Selain sebagai daya persepsi dengan fungsi khas seperti barusan disebutkan, dzawq juga dimaknai sebagai ilmu/pengetahuan spiritual/ruhani yang tersimpan di hati atau fuad itu. Kadang dzawq juga dimaknai daya persepsi, atau pengetahuan yang dipersepsi sendiri, terkait dengan obyek-obyek estetis atau atau etis/akhlaqi. Sama seperti dalam hal obyek-obyek fisik, seperti makanan dsb, dzawq tepat diterjemahkan sebagai "cita rasa" atau "rasa" itu sendiri. Dalam konteks tasawuf atau spiritualitas, dzawq tepat diterjemahkan sebagai cita rasa, atau rasa, spiritual. Pertanyaannya, apa beda sifat persepsi oleh hati/fuad dan persepsi inderawi, dan juga persepsi rasional? Jika persepsi indera dan rasional masih menyisakan keterpisahan antar subyek dan obyek - dengan kata lain, obyek hanya menempel sebagai semacam gambaran (aksidental) pada daya inderawi dan daya rasional - maka dalam persepsi dzawqi obyek sudah menjadi satu/identik (secara wujudi/ber-ittihaad) dengan hati/fuad itu. Sehingga, seperti ketika kita merasakan sakit cubitan di kulit kita, cubitan itu tak lagi berupa pengetahuan biasa yang terpisah dari diri kita, melainkan menjadi pengalaman langsung (immediate) yang telah menjadi satu dengan diri kita. Demikianlah, mengetahui menjadi terbedakan dari mengalami atau merasakan. Terkadang juga, istilah "mengetahui" dibedakan dengan "menyaksikan" (syuhud). Dari 'ilmul yaqin, ke' aynul yaqin - dalam makna 'aynul bashiirah (yakni, mata batin) yaqin. Ilmu dzawqi inilah yang juga bisa disebut sebagai ilmu hudhuri. Yakni ilmu dengan kehadiran/kesatuan (obyek dalam subyek) sebagaimana dibedakan dari ilmu hushuli, yakni ilmu dengan representasi/gambaran obyek dalam (yang masih terpisah dari) pikiran. Catatan : Gara2 saya melakukan salah sebut dalam video Percikan Hikmah no. 4 - yang terpaksa saya minta di-takedown - akhirnya saya menuliskan tulisan pendek ini. Jadinya, meski tetap sederhana, ini barangkali merupakan salah satu tulisan pendek saya yang paling penting dalam berbicara tentang tasawuf, karena memuat dasar-dasar pemahaman tentang (epistemologi) tasawuf itu sendiri. *** (Haidar Bagir, 16032024)
0 Comments
Leave a Reply. |
Risalah Amman (kesepakatan ulama dan cendekiawan seluruh dunia tahun 2005 di Yordania):"Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. " Archives
April 2024
Categories
All
|