Sabar pun ada tingkatannya. Kita tidak bisa membandingkan diri kita dengan Nabi Ayyub a.s. yang memiliki kesabaran luar biasa. Atau Luqman al-Hakim ketika hendak tidur pintu rumahnya diketuk. Luqman membuka pintu ada seorang lelaki tua dan Luqman bertanya keperluan orang tersebut. Ia hanya bertanya tentang hal-hal yang sederhana. Setelah itu ia pergi. Luqman menutup pintunya dan kembali beristirahat ketika hendak terlelap pintu rumahnya diketuk keras dan ketika dibuka orang yang sama berdiri. Ia bertanya kembali persoalan-persoalan sederhana kemudian meninggalkan Luqman.
Seperti sebelumnya Luqman menutup kembali pintu rumahnya dan kembali beristirahat. Kali ketiga hal yang sama terjadi pintunya diketuk dan orang yang sama berdiri dan bertanya kembali hal yang sederhana. Luqman menjawab pertanyaan tersebut kemudian Luqman hendak menutup pintunya dan orang itu berbalik mendatangi Luqman. Orang itu berkata: "Tahukah kamu siapakah aku?" Tanpa menunggu jawaban, ia kembali berkata: "Aku adalah setan yang tengah menguji kesabaranmu dan ternyata engkau adalah orang yang betul-betul sabar." Luqman menjawab: "Aku tahu siapa dirimu, andai seribu kali engkau datang kepadaku maka aku tetap melayanimu dengan cara yang sama." Sabar memiliki tingkatan berikut : 1. Sabar Awwam Yaitu Sabar dalam menghadapi beragam persoalan kehidupan yang menimpa. Mereka menahan diri dari melakukan tindakan-tindakan yang diharamkan karena beratnya beban. Hawa nafsu mereka menyuruh pada hal-hal yang buruk tapi akal mereka berusaha terus untuk menahan dirinya. ۞ وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yūsuf [12]:53) Mereka terombang-ambing dalam keadaan ini dan umumnya manusia berada pada tingkat ini. Jika akalnya lebih kuat mempengaruhinya maka selamatlah dirinya tetapi jika sebaliknya maka sirnalah sabar darinya. 2. Tingkatan Al-Abrar Yaitu Sabar dalam menjalankan kebaikan, ketaatan kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan perintah Allah diperlukan kesabaran apapun bentuknya. Bukan hanya menjalankan sekadar sebuah kewajiban namun menata hati agar tidak muncul sedikitpun keluhan terhadap kebaikan, ketaatan atau ibadah yang dilakukan. Ketika seorang anak harus merawat orang tuanya yang telah sepuh dan menyusahkan dirinya kadang kerap mengeluarkan perkataan yang menyakitinya padahal sudah berusaha melayani mereka. Al-Qur'an menyebutkan : وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami) Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku (kamu) kembali. (Luqmān [31]:14) Imam Ali Zaynal Abidin as mengajarkan doa terhadap orang tua di dalam kitab Shahifah Sajjadiyah : "Ya Allah lemah lembutkan suaraku dihadapan kedua orang tuaku. Jadikan aku menyenangi melayani mereka lebih dari orang yang mengantuk terhadap tidur dan orang yang dahaga terhadap air." Demikian juga pada beragam kebaikan, ketaatan dan ibadah lainnya. 3. Tingkatan Sabar al-Awliya Kesabaran dalam menanggung rasa cinta kepada Allah sehingga derita apa pun terasa tidak lagi bermakna karena keinginannya meraih ridha Allah atas dirinya. As-Sibli, seorang sufi, dalam munajatnya berkata : "Ya Allah timpakan seluruh derita manusia di muka bumi kepadaku agar tak satu pun lagi hamba-hamba-Mu menderita. Biarkan aku menanggung semua derita itu agar Engkau selalu menatap-Ku dengan pandangan Ridho-Mu." 4. Sabar Lillah Sabar jenis ini adalah sabar para kekasih Allah dalam menjalankan setiap keinginan Allah pada dirinya. Apa pun bentuk yang diinginkan Allah baginya, itulah yang utama sekali pun untuk itu mereka harus mengorbankan dirinya. Sebagaimana Yusuf a.s. ketika berkata : قَالَ رَبِّ السِّجْنُ اَحَبُّ اِلَيَّ مِمَّا يَدْعُوْنَنِيْٓ اِلَيْهِ ۚوَاِلَّا تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْدَهُنَّ اَصْبُ اِلَيْهِنَّ وَاَكُنْ مِّنَ الْجٰهِلِيْنَ (Yusuf) berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika Engkau tidak menghindarkan tipu daya mereka dariku, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yūsuf [12]:33) Mereka rela menanggung apa pun yang diinginkan Allah dari dirinya. Seperti halnya Ibrahim a.s. yang rela dibakar atau menyembelih Ismail a.s. jika itu yang Allah inginkan darinya. 5. Sabar Billah Sabar bersama Allah dalam menyelamatkan manusia untuk menyempurnakan diri mereka menuju Allah SWT. Sabar jenis ini adalah Sabarnya al-Insan al-Kamil. Diri mereka hadir untuk menyempurnakan manusia menuju Allah SWT. Rumi berkata: "Kekasih Allah, Ruh mereka bagaikan air yang jatuh dari langit dan membersihkan setiap debu dan kotoran di muka bumi kemudian menguap kembali kepada Allah." Demikianlah para kekasih Allah, mereka kembali kepada Allah setelah membimbing manusia mengenal Allah.***
0 Comments
Leave a Reply. |
Risalah Amman (kesepakatan ulama dan cendekiawan seluruh dunia tahun 2005 di Yordania):"Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. " Archives
May 2024
Categories
All
|