Dalam kehidupan ini ada keadaan dan peristiwa yang bisa kita rubah dan ada pula yang tidak. Saya terlahir di Sumatera dan pada rupa saya ada rupa orang tua saya, warna kulit saya, bentuk tubuh saya semua itu sebagai sesuatu yang saya terima dan tidak bisa saya rubah bahwa kemudian ada yang melakukan plastic surgery itu persoalan berikutnya. Ada yang menginginkan anak laki-laki, tapi yang lahir perempuan atau sebaliknya dan ada juga yang tak dikarunia anak walau sudah berobat sana-sini, bahkan ke 'orang pinter'. Bahkan ketika jantung seseorang tidak lagi bisa berfungsi dan dokter sudah give up tak mampu berbuat jauh, hal ini menunjukkan batasnya telah tiba : وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan. (Al-A‘rāf [7]:34) Batas dimana intervensi manusia tidak lagi dapat dilakukan. Tetapi ada kalanya kondisi itu bisa berubah. Anda tidak pede dengan tubuh yang berlebih lemak dan kemudian anda mengikuti program diet sehingga tubuh anda lebih ideal atau sebaliknya anda kurus sehingga anda mulai mengkonsumsi susu Appeton Weight dan tubuh anda berubah menjadi melar. Demikian juga jika pendapatan anda pas-pasan anda berusaha lebih dengan mencari kerja tambahan atau mencoba bisnis tertentu dengan harapan dapat memberikan penghasilan lebih baik atau seorang mahasiswa yang ingin meraih nilai lebih tinggi berusaha lebih keras dari biasanya. Ini keadaan yang dapat kita rubah, apakah perubahan itu dengan usaha kita sendiri atau bantuan Allah hal itu bisa terjadi. Para Mutakalimin berdebat tentang hal ini, dalam kitab Durus fi al-‘Aqidah kita dapati pembagi dua kategori. Ketetapan yang masih bisa dirubah di sebut sebagai Qadr atau Taqdir sedangkan ketetapan yang sudah tidak mungkin dirubah masuk pada kategori Qadha. (Mengenai Taqdir manusia saya pernah menulis artikel cukup panjang). Walau di beberapa tempat di dalam al-Qur'an dua istilah ini digunakan dalam makna yang sama. Tentang Taqdir Allah berfirman : وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا Dia telah menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat. (Al-Furqān [25]:2) اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗوَفَرِحُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا مَتَاعٌ ࣖ Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia dibandingkan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Ar-Ra‘d [13]:26) Tentang Qadha Allah SWT berfirman : فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ Apabila kamu telah menyelesaikan manasik (rangkaian ibadah) haji. (Al-Baqarah [2]:200) وَاِذْ يُرِيْكُمُوْهُمْ اِذِ الْتَقَيْتُمْ فِيْٓ اَعْيُنِكُمْ قَلِيْلًا وَّيُقَلِّلُكُمْ فِيْٓ اَعْيُنِهِمْ لِيَقْضِيَ اللّٰهُ اَمْرًا كَانَ مَفْعُوْلًا ۗوَاِلَى اللّٰهِ تُرْجَعُ الْاُمُوْرُ ࣖ (Ingatlah) ketika Dia memperlihatkan mereka kepada kamu (orang-orang beriman), ketika kamu berjumpa dengan mereka (berjumlah) sedikit menurut penglihatan matamu dan Dia memperlihatkan kamu (berjumlah) sedikit dalam penglihatan mereka supaya Allah melaksanakan suatu urusan yang harus terjadi. Hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan. (Al-Anfāl [8]:44) Qadha dalam ayat bermakna sebagai tindakan yang telah dilakukan atau penetapan yang dilakukan Allah SWT. Sehingga kita dapati bahwa hal-hal yang sudah terjadi dan sudah tidak mungkin di rubah maka itu disebut sebagai Qadha. Karena itu juga seorang hakim pemutus perkara disebut sebagai Qadhi : وَقَالُوْا لَوْلَآ اُنْزِلَ عَلَيْهِ مَلَكٌ ۗوَلَوْ اَنْزَلْنَا مَلَكًا لَّقُضِيَ الْاَمْرُ ثُمَّ لَا يُنْظَرُوْنَ Mereka berkata, “Mengapa tidak diturunkan malaikat kepadanya (Nabi Muhammad)?” Andaikata Kami turunkan malaikat, niscaya selesailah urusan (mereka dibinasakan karena pengingkaran) kemudian mereka tidak lagi ditangguhkan (sedikit pun untuk bertobat). (Al-An‘ām [6]:8) Nah, dalam kehidupan kita selain fisik kita yang telah menjadi ketetapan diri kita juga peristiwa-peristiwa yang telah menimpa kita dan karena yang lalu tersebut terlalu menyakitkan untuk dilupakan sehingga terus menerus hadir dalam ingatan kita dan menjadikannya sebagai beban yang menyesakkan dada kita. Sabar dalam kontek ini adalah upaya menanggung dan berusaha untuk menguatkan diri menerima peristiwa yang telah terjadi itu. Kita tidak mungkin melupakan peristiwa yang menyakitkan yang menimpa kita namun kita mampu menguatkan diri kita untuk menerimanya. Sahabat saya yang kehilangan putra satu-satunya karena covid menyalahkan banyak orang, ia marah dan terus menyimpan amarahnya, ia tak mampu bersabar atas qadha yang tak mungkin dia rubah kembali. Sahabat saya yang lain kehilangan rumah yang digadaikan untuk modal bisnis ketika bisnisnya ambruk rumahnya disita. Ia membenci banyak orang termasuk pasangannya sendiri bahkan menyalahkan semua kerabat dekatnya. Di satu sekolah yang pernah saya ikut berkecimpung di dalamnya saya berjumpa dengan wali murid yang punya dua putra dan keduanya menderita autis. Ia marah pada suaminya dan berefek pada gangguan emosional, bahkan dalam satu kesempatan dengan mudah ia membentak putranya dihadapan teman sekelasnya. Ketidak sabaran dalam menanggung beban masa lalu atau sesuatu yang tak mungkin kita rubah akan merusak diri kita sendiri dan sekitar kita. Sabar dalam hal ini sangat penting agar diri kita menjadi lebih kuat. Banyak yang menderita depresi karena tidak mampuan sabar dalam Qadha ini. Sekiranya kita bisa menerima semua itu dan berusaha sabar untuk menatap masa depan maka kita akan mencapai derajat Ridho terhadap ketetapan Ilahi. Cucu Rasulullah Saw al-Husain ketika berada di ujung kesyahidannya berkata “Ya Rabb Sabran ala Qodhoik” (Duhai Tuhan Aku sabar atas ketetapan-Mu). Semoga nama kita tercatat di antara hamba-hamba yang Sabar dalam Qadha Ilahi. ***
0 Comments
Leave a Reply. |
Risalah Amman (kesepakatan ulama dan cendekiawan seluruh dunia tahun 2005 di Yordania):"Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. " Archives
April 2024
Categories
All
|