Wacana tentang Islam di Indonesia mulai kembali pada persoalan ikhtilaf mazhab Sunni dan mazhab Syiah. Sebelumnya muncul isu tentang khilafah dan Wahabi. Tidak jarang di antara pengikutnya terjadi bentrok pemahaman keagamaan dengan menyajikan argumen dengan sumber-sumber yang beragam. Namun, itu terjadi di level media sosial dan sedikit dalam majelis. Itu pun jika masjid yang dijadikan majelis tersebut ada orang-orang yang suka dengan konflik mazhab atau meributkan ikhtilaf. Namun di dunia akademis, lingkungan kampus Islam seperti IAIN/UIN tidak begitu muncul. Mungkin karena sudah biasa dengan perbedaan sehingga tidak seheboh yang diisukan kawan-kawan di media sosial. Dalam sejarah Islam, masalah Sunni dan Syiah telah menyita persoalan yang cukup melelahkan. Wacana yang dibahas masih seputar imamah, al-Quran, nikah mutah, taqiyah, dan hujatan sahabat. Belum ada yang baru. Itu yang saya lihat dalam media sosial dan pengajian yang digelar di masjid Cijagra dan masjid di Perintis Kemerdekaan. Keduanya berlokasi Bandung. Saya kira di luar Bandung, pasti menjamur. Maklum sedang tren dan menjadi projek bagi kalangan tertentu.
Umat Islam, baik Sunni atau Syiah, tidak menyadari akibat dari pertengkarannya. Dalam sejarah banyak darah tumpah hanya karena tidak mau mengakui orang-orang yang berbeda dengannya sebagai bagian dari saudaranya. Perbedaan paham keagamaan ini justru dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam yang tidak senang melihat kemajuan terjadi di negeri-negeri yang mayoritas umat Islam. Syiah Harusnya umat Islam sekarng ini membaca sejarah bahwa Syiah dan Sunni lahir karena perdebatan pemikiran teologi (ilmu kalam) dan perebutan kekuasaan (politik) pada Perang Shiffin. Umat Islam yang mendukung Imam Ali bin Abi Thalib ra disebut Syiah Ali dan kelompok yang menentangnya disebut Syiah Muawiyah. Orang-orang yang keluar dari Syiah Ali karena kecewa terhadap keputusan tahkim disebut Khawarij. Dalam sejarah politik Islam, orang-orang menyebut para pengikut Ahlulbait sebagai Syiah. Bukan Ahlulbaitiyah. Sampai sekarang istilah Syiah melekat kepada umat Islam yang mengakui kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib setelah wafat Rasulullah saw; yang juga meyakini khalifah Islam harus berasal dari keturunan Sayidah Fathimah Az-Zahra. Sebutan Syiah Muawiyah, tidak muncul lagi karena berubah menjadi penguasa yang terkenal dengan Dinasti Umayyah. Semua kelompok Islam, atau paham agama, dalam bahasa Arab disebut Syiah. Karena itu, dalam sejarah Islam yang disebut Syiah itu banyak dan tidak jelas. Namun, yang terkenal ada tiga: Syiah Zaidiyah, Syiah Ismailiyah, dan Syiah Imamiyah/Itsna Asyariah yang disebut juga mazhab Ahlulbait. Seiring dengan perkembangan politik dan kekuasaan, sebutan Syiah hanya melekat kepada golongan yang menentang kekuasaan zalim dan kalangan umat Islam yang mengambil sumber-sumber ajaran Islam dari Ahlulbait. Bahkan, orang Islam yang hanya sekadar mengagumi sosok Imam Ali bin Abi Thalib ra pun dijuluki Syiah. Sunni Bagaimana dengan Sunni? Pada masa sahabat, istilah Sunni belum dikenal. Kalau dilihat secara bahasa mengacu pada Sunnah Rasulullah saw yang dijadikan pedoman. Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas oleh Nurcholish Madjid dianggap sebagai perintis Ahlusunnah karena keduanya dikenal senang memelihara sunnah-sunnah Rasulullah saw dan tidak masuk dalam perselisihan yang terjadi antara Imam Ali melawan Muawiyah. Kedua Abdullah ini memilih hidup zuhud dan memfokuskan diri dalam ibadah (lihat Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam; Penerbit Bulan Bintang tahun 1994; Cetakan ke-III; halaman 16-17). Menurut Nurcholish Madjid, istilah Ahlusunnah muncul pada masa kekuasaan Dinastti Abbasiyah di bawah pimpinan Abu Ja’far Al-Mansur (137-159 H./754-755 M.) dan Harun Al-Rasyid (170-194 H./785-809 M.). Tepatnya pada saat munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (260-324 H./873-935 M.) yang beraliran Asy`ariyah dan Abu Mansur Muhammad (w. 944 M.) yang beraliran Maturidiyah; yang keduanya mengaku Ahlussunnah. Ahlussunnah semakin tumbuh subur saat didukung oleh Al-Mu`tashim dan Al-Mutawakkil, penguasa Dinasti Abbasiyah, yang membebaskan Ahmad bin Hanbal dari tahanan kemudian diberi kebebasan untuk menyebarkan pahamnya. Kasus mihnahatau pengecekan paham yang sebelumnya dilakukan Mu’tazilah menjadi berbalik. Orang-orang yang dinilai berpaham Mu’tazilah dijatuhi hukuman cambuk, dicerca, dan siksa sampai mati kalau tidak berpindah mazhab. Dalam perkembangan sejarah, Ahlussunnah terpecah menjadi dua: Salaf yang diwakili Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah; dan Khalaf yang diwakili Al-Baqilani (w.403 H.)dan Al-Juwaini (w.478 H.). Kelompok Ahlusunnah yang Salaf adalah golongan yang memahami ajaran agama secara tekstual/lahiriah, menolak filsafat, menyalahkan kaum sufi, dan memberantas praktik-praktik yang dianggap bid’ah. Sementara kelompok Ahlusunnah yang Khalaf adalah golongan yang menerima filsafat dan teologi, toleran terhadap kaum sufi, dan rasional dalam memahami ajaran Islam. Dalam hadis, kelompok Ahlusunnah yang Khalaf atau Salaf, menggunakan Bukhari (w.870 M.), Muslim (w. 875 M.), Ibnu Majah (w.886 M.), Abu Dawud (w.886 M.), Al-Tirmidzi (w.892 M.), An-Nasai` (w. 916 M.), dan lainnya. Kaum Ahlusunnah ini dalam akidah mengambil pemikiran Abu Hasan Al-Asyari, Maturidi, Juwaini, dan kaum Ahlus Sunnah modern merujuk kepada Muhammad Abdul Wahabi yang kemudian dikenal sebagai mazhab Wahabi. Sekadar diketahui saja bahwa di Chechnya, dalam Muktamar (Konferensi) bertajuk “Siapakah Ahlussunnah wal Jama’ah? Penjelasan Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah; Akidah, Fikih dan Akhlak serta Dampak Penyimpangan darinya di Tataran Realitas” yang diselenggarakan pada 25-27 Agustus 2016 yang dihadiri Grand Syaikh al-Azhar, para mufti dan lebih dari 200 ulama seluruh dunia "mengeluarkan" Wahabi (ajaran Muhammad bin Wahab) dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari muktamar itu maka (aliran keagamaan) Wahabi kini berdiri sendiri meski klaim dirinya pengikut Sunnah. Wahabi dan Islamisme Kaum Wahabi ini dari gerakannya berupaya menghidupkan Ahlusunnah yang Salaf hingga dalam dakwah terus menerus menyerang tasawuf dari Abu Hamid Al-Ghazali, tarekat sufi, dan umat Islam yang tidak sama dalam pemikiran Wahabi. Kaum Wahabi secara pemikiran berakar dari saluran Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir, dan Muhammad bin Abdul Wahab. Dalam pemikiran dan agama banyak mengambil fatwa dari mereka. Gerakan Wahabi ini dalam sejarah Arab cukup menggemparkan karena merusak makam-makam wali dan menghancurkan jejak sejarah Islam. Mazhab Wahabi kini menjadi pemahaman agama resmi di Arab Saudi karena dapat dukungan dari Ibnu Suud selaku penguasa dibantu kolonial Inggris. Di Indonesa gerakannya tumbuh subur. Di Bandung kaum Wahabi ini gerilya ingin memurnikan ajaran agama Islam dengan menyebut kafir dan sesat kepada umat Islam yang tidak sama dengan mereka dalam ibadah dan tradisi beragama. Kini kaum Wahabi ini menjadi trend baru dalam beragama dan diminati kaum artis yang baru tobat. Ciri mereka pada keningnya ada tanda hitam, celana cingkrang (isbal), memanjangkan jenggot, dan kaum perempuannya mengenakan jilbab yang panjang dan ada yang mengenakan cadar. Cara berpakaian tersebut dianggap ciri khas Islam. Namun, ternyata model demikian dikenakan pula oleh kaum Yahudi dan Nasrani di Eropa. Tentang model pakaian Islam ini memang perlu ada kajian khusus. Terakhir, mereka yang beridentitas Wahabi ini menyerang Muslimin Syiah dan komunitas Ahmadiyah dalam majelis (pengajian) dan media sosial. Tidak tanggung-tanggung, mereka ini menyebutnya bukan Islam. Pola dakwah dan gerakannya hampir menyerupai gerakan Islam ekstrim di Timur Tengah. Dan yang paling kekinian adalah gerakan khilafah. Mereka ingin mendirikan pemerintahan khilafah di Indonesia yang digelorakan oleh Hizbut Tahrir. Alhamdulillah kaum khilafah ini sudah diharamkan oleh pemerintah. Sebab ideologinya hendak mengganti Pancasila dan mengusung Islamisme yang menjadikan Indonesia sebagai Islamic State. Tentang bahaya ideologi khilfah dapat dibaca pada karya Nadirsyah Hosen, baik pada situs maupun media twitter dan facebook. Meski sudah dilarang organisasinya, tetapi gerakan dan pola dakwa dari pengusung Islamisme ini masih bergentayangan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. *** (ahmad sahidin)
0 Comments
Leave a Reply. |
Risalah Amman (kesepakatan ulama dan cendekiawan seluruh dunia tahun 2005 di Yordania):"Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. " Archives
April 2024
Categories
All
|